BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kanker serviks adalah jenis kanker
yang biasanya tumbuh lambat pada wanita dan mempengaruhi mulut rahim, bagian
yang menyambung antara rahim dan vagina. Kanker serviks dapat berasal dari
leher rahim ataupun dari mulut rahim, kanker ini tumbuh dan berkembang dari
serviks yang dapat menembus keluar dari serviks sehingga tumbuh diluar serviks
bahkan dapat tumbuh terus sampai dinding panggul (Andrijono, 2005).
Di antara tumor ganas ginekologi,
keganasan kanker mulut rahim atau karsinoma serviks uteri menduduki urutan
pertama di negara sedang berkembang termasuk di Indonesia sebesar 369,1 %.
Berbeda dengan negara maju karsinoma serviks uteri berada pada urutan ke-5, ini
disebabkan karena adanya program test Pap Smear secara periodik dalam upaya
deteksi karsinoma serviks uteri (Tambunan, 1995). Selama kurun waktu 5 tahun
yaitu tahun 1975-1979 kasus Ca Serviks ditemukan di RSUDGM/ RSUDP Sardjito
sebanyak 179 di antara 263 kasus (68,1%). Umur penderitanya antara 30-60 tahun,
terbanyak antara usia 45-50 tahun (Wiknjosastro, 2007). Berdasarkan hasil studi
pendahuluan tanggal 23 Februari 2009, dari data inap di Ruang Kandungan RSUD
yaitu pada tahun 2008 ditemukan kasus kanker serviks sebanyak 622 pasien dari
1382 pasien, yang berarti sekitar 45% dari seluruh pasien dan mortalitas pada
pasien kanker serviks sebesar 4,8%.
Sebab langsung dari kanker serviks
belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan
sejumlah faktor ekstrinsik di antaranya yang paling jarang ditemukan pada
perawan, insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak
kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia
amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas,
aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan, jarang dijumpai pada
masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita
yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloman Virus) tipe 18 atau 16,
kebiasaan merokok, serta kebersihan genetalia yang kurang (Sastrawinata, 1983).
Dengan adanya peranan dari petugas
kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat menurunkan angka kejadian kanker
serviks pada wanita yaitu dengan melakukan upaya terus menerus dalam memberikan
penkes tentang pencegahan penyakit antara lain dengan membiasakan hidup sehat,
makan makanan yang bergizi, menghindari kebiasaan merokok, tidak berganti-ganti
pasangan seksual dan tidak melakukan hubungan seksual pada usia muda, melakukan
pemeriksaan Pap’s Smear setiap enam bulan sejak melakukan hubungan seksual
pertama kali serta selalu menjaga kebersihan genetalia dengan benar (Tiara,
2003).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang
dimaksud dengan kanker serviks dan apa sajakah kalsifikasi nya ?
2. Apa yang
menjadi Etiologi dari kanker serviks ?
3. Bagaimanakah
patolofisiologi kanker serviks ?
4. Apa sajakah
manifestasi klinis dari kanker serviks ?
5. Apa sajakah
komplikasi dari kanker serviks ?
6. Pemeriksaan
penunjang apa sajakah yang di lakukan pada kanker serviks ?
7. Penatalaksanaan
apa yang di lakukan pada penderita kanker serviks ?
8. Asuhan Keperawatan
apa yang di lakukan pada penderita kanker serviks ?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang apa yang di
maksud dengan kanker serviks,apa saja penyebabnya,bagaimana patofisiologi dan
metastase nya,seperti apa manifestasi nya,pemeriksaan apa saja yang harus
dilakukan dan penatalaksanaan apa yang bisa di terapkan pada penderita kanker
serviks.
1. Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mendalami pemahaman tentang konsep penyakit yang disebabkan karena
ca cervix.
2. Bagi
pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep penyakit
yang disebabkan karena ca cervix yang sesuai dengan standart kesehatan demi
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai
referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Definisi
kanker serviks
Penyakit kanker
leher rahim yang istilah kesehatannya adalah kanker serviks merupakan kanker
yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita
yang merupakan pintu liang senggama (vagina). Kanker Serviks adalah keganasan
yang bermula pada sel-sel serviks (leher rahim). Kanker serviks dimulai pada
lapisan serviks. Terjadinya kanker sangat perlahan. Pertama, beberapa sel
normal berubah menjadi sel-sel prakanker, kemudian berubah menjadi sel kanker.
Perubahan ini disebut dispalasia dan biasanya terdeteksi dengan tes pap smear.
Kanker serviks adalah tumbuhnya
sel-sel abnormal pada serviks. Karsinoma serviks merupakan karsinoma yang
primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks
adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina (Cunningham, 2010).
Menurut Diananda,Rama, 2009 Kanker
serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks yang
terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler
dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk
mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks
biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks
berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
Kanker
serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
2.2 Klasifikasi Kanker Serviks
Penentuan stadium pada pasien kanker serviks sangat
penting. Hal ini berkaitan dengan jenis pengobatan dan prospek pemulihan yang
akan dilakukan. Stadium kanker serviks sebagai berikut :
Stadium
|
Keterangan
|
0
|
Kanker serviks stadium 0 bisa disebut karsinoma in situ. Sel
abnormal hanya ditemukan di dalam lapisan serviks.
|
I
|
Kanker hanya ditemukan pada leher rahim.
|
II
|
Kanker yang telah menyebar diluar leher rahim, tetapi tidak
menyebar ke dinding pelvis atau sepertiga bagian bawah Vagina.
|
III
|
Kanker yang telah menyebar hingga sepertiga bagian bawah Vagina.
Mungkin telah menyebar kedinding panggul dan atau telah menyebabkan ginjal
tidak berfungsi.
|
IV
|
Kanker telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian tubuh
lain seperti paru-paru, tulang, dan hati.
|
2.3 Etiologi
Menurut Diananda (2007), faktor
yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
1.
Usia > 35 tahun mempunyai risiko
tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin
meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker
leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya
dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin
melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
2. Usia
pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun
dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena
kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada
usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita
benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya di lihat dari sudah
menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa
baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang
menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah
usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan
sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum
matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima
rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena
masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel
kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya
rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat
menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas
20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
3.
Wanita dengan aktivitas seksual yang
tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti
pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human
Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan
mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga
menjadi kanker.
4.
Penggunaan antiseptik. Kebiasaan
pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang
terjadinya kanker.
5. Wanita
yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat
lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan
serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah
semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada
mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan
pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker
leher rahim. Riwayat penyakit kelamin seperti kutil
genitalia. Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko
terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya
kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin
berisiko terkena kanker leher rahim.
6. Paritas
(jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko
tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu
melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi
perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan
memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab
terjadinya penyakit kanker leher rahim.
7. Penggunaan
kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang
dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun
dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi
oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang
disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah
dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan
penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi
oral terhadap risiko kanker leher rahim masih
kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh
Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi tidak
menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan
pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan hubungan
dengan nilai p>0,05.
Seperti layaknya kanker, jenis kanker juga mengalami penyebaran
(metastasis). Penyebaran kanker serviks
ada tiga macam, yaitu :
a)
Melalui Pembuluh Limfe (limfogen) Menuju kelenjar getah bening lainya.
b)
Melalui Pembuluh darah (hematogen).
c)
Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing.
2.4 Patofisiologi
Tidak ada penyebab yang pasti untuk
terjadinya Ca serviks, yang ada hanyalah faktor-faktor resiko seperti : usia dini
saat melakukan hubungan seksual, melahirkan pada usia sangat muda,
berganti-ganti pasangan, pemajanan terhadap kuman Papillo Virus (14PV), dan
merokok. Pada perempuan yang melakukan hubungan seksual pada usia dini
(ditandai dengan mulai haid 1 kali) maka sel-sel epitel serviks belum siap/
matang dengan sempurna, maka jika ada benda asing yang masuk ke dalam serviks
akan menimbulkan lesi, begitu juga pada perempuan yang mengalami persalinan
pervagina pada usia dini.
Mekanisme infeksi virus diawali dnegan protein
menempel pada dinding sel dan mengekstraksi semua protein sel, kemudian protein
sel itu ditandai (berupa garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Selanjutnya,
virus akan menginfeksikan materi genetiknya kedalam sel. Apabila materi genetik
virus ini bertemu dengan materi genetik sel, maka dapat menyebabkan terjadinya
mutasi gen. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring
pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Hal ini menyebabkan
displasia (pertumbuhan sel yang tidak normal) menjadi bertambah banyak dan
tidak terkendali, sehingga menyebabkan kanker.
WOC
2.5 Manifestasi Klinis
a. Keputihan
Keputihan
merupakan gejala yang sering ditemukan. Gejala yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan
nekrosis jaringan. Dalam hal demikian pertumbuhan tumor menjadi
ulseratif.
b. Siklus
menstruasi tidak teratur
Siklus
menstruasi yang tidak teratur, dimana siklus lebih
pendek dan perdarahan menstruasi yang timbul hanya bercak darah. 5% trjdx
c. Pengeluaran
dari vagina yang tidak normal
Pengeluaran
dari vagina yang tidak sempurna dapat berupa keputihan
yang berbau busuk, perdarahan diluar siklus menstruasi. Rasa rabas akan
dialami pada vagina. Pada Ca serviks lanjut meningkat secara bertahap dan
menjadi encer, akhirnya berwarna lebih gelap dan sangat berbau akibat nekrosis
dan infeksi tumor.
d. Perdarahan
pada post senggama
Perdarahan
pada post senggama biasanya terjadi akibat terbukanya
pembuluh darah, makin lama akan sering terjadi.
e. Nyeri
Rasa nyeri berawal dari lumbal, kemudian menjalar ke panggul
bagian depan dan belakang paha, lutut sampai pergelangan kaki.
f. Perdarahan
saat BAK dan BAB
Adanya perdarahan spontan pervagina saat defekasi dicurigai
kemungkinan adanya Ca serviks. (Hamilton, 1995)
2.6 Komplikasi
Komplikasi
berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun yang berhubungan
dengan peningkatan teknik- teknik pembedaan tersebut. Komplikasi tersebur
meliputi: Fistula uretra, Disfungsi kandung kemih,
Emboli pulmonal, Limfosit, Infeksi pelvis, Obstruksi usus besar, dan Fistula
rektovaginal.
Komplikasi yang di alamisegera saat
terapi radiasi adalah reaksi kulit, Sistitis radiasi dan enteritis. Komplikasi
berkaitan pada kemorterapi tergantung pada kombinasi obat yang di gunakan.
Masalah efek samping yang sering terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan
muntah karena penggunaan kemoterapi yang mengandung sisplatin. ( Gale
Danielle, 2000 )
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Menurut WHO, wanita berusia antara 25 dan 65 tahun
hendaknya menjalani screening test untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan
awal. Wanita di bawah usia 25 tahun hampir tidak pernah terserang kanker
serviks dan tidak perlu di-screening. Wanita yang tidak pernah berhubungan
badan juga tidak perlu di-screening.
1. Tes Pap
Smear
Wanita bisa mengurangi risiko
terserangnya kanker serviks dengan melakukan Pap Smear secara teratur. Tes Pap
adalah suatu tes yang digunakan untuk mengamati sel-sel
leher rahim. Tes Pap dapat menemukan adanya kanker leher rahim atau sel
abnormal (pra-kanker) yang dapat menyebabkan kanker serviks (Bryant, 2012). Hal
yang paling sering terjadi adalah, sel-sel abnormal yang ditemukan oleh tes Pap
bukanlah sel kanker. Sampel sel-sel yang sama dapat dipakai untuk pengujian
infeksi HPV (Puteh, 2008).
2. Tes IVA
IVA adalah singkatan
dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat, merupakan metode pemeriksaan dengan
mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah
ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka
dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Bryant, 2012).
3. Jika hasil
tes Pap atau IVA anda tidak normal,
Dokter akan menganjurkan tes lain untuk membuat diagnosis yaitu Kolposkopi: Dokter menggunakan kolposkop untuk melihat leher rahim. Kolposkop menggunakan cahaya terang
dan lensa pembesar untuk membuat jaringan lebih mudah dilihat. Alat ini
tidak dimasukkan ke dalam vagina. Kolposkopi biasanya dilakukan di tempat
praktek dokter atau klinik.
4. Biopsi
Dengan bius lokal, jaringan yang dimiliki wanita diambil
di tempat praktek dokter. Lalu seorang ahli patologi memeriksa
jaringan di bawah mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.
5. Punch Biopsi
dr no 5-8 prnsipx sm, prbdaanx hx trltak pd bntuk alt dn bntuk jringnx yg d
ambil
Dokter menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil jaringan serviks.
6. LEEP
Dokter menggunakan loop kawat listrik untuk mengiris
sepotong, bulat tipis dari jaringan serviks.
7. Endoservikal
kuret
Dokter menggunakan kuret (alat, kecil berbentuk sendok) untuk mengikis contoh kecil
jaringan dari leher rahim.Beberapa dokter mungkin menggunakan kuas tipis
lembut, bukan kuret.
8. Conization
Dokter mengambil sebuah sampel jaringan berbentuk kerucut. Sebuah conization,
atau biopsi kerucut, memungkinkan ahli patologi melihat apakah ada sel-sel
abnormal dalam jaringan di bawah permukaan leher rahim. Para dokter mungkin
melakukan tes ini di rumah sakit dengan anestesi / bius total.
Pengambilan sampel jaringan dari
leher rahim dapat menyebabkan perdarahan. Daerah ini biasanya sembuh dengan
cepat. Beberapa wanita juga merasakan rasa sakit yang mirip dengan kram
menstruasi. Dokter dapat meresepkan obat yang akan membantu mengurangi rasa
sakit (Bryant, 2012).
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1. Radiasi
a)
Dapat dipakai untuk semua stadium.
b)
Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan
pada medical risk.
c)
Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2. Operasi
a)
Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II.
b)
Operasi histerektomi vagina yang radikal.
c)
Kombinasi (radiasi dan pembedahan).
Tidak
dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya
vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat
mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah
penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma
serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten
terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan
masih tetap sama.
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Promotif
a. Penyuluhan
kesehatan masyarakat dan tingkat gizi yang baik.
b. Pemeliharaan
kesehatan perseorangan dan lingkungan.
c. Olahraga
secara teratur.
d. Pendidikan
seksual yang baik dan benar (penjelasan tentang alat kontrasepsi dan perilaku
seksual yang sehat)
2. Preventif
a. Perubahan pola diet atau suplemen dengan makan banyak sayur
dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker
misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat.
b. Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini
dibuat dengan teknologi rekombinan, sehingga mempunyai ketahanan yang kuat.
Vaksinasi ini merupakan pencegahan yang paling utama. Vaksinasi ini diberikan
untuk wanita yang belum terinfeksi atau tidak terinfeksi HPV risiko tinggi (16
dan 18).
c. Pemeriksaan kesehatan reproduksi ke rumah sakit melalui tes
pap smear.
3. Kuratif
a. Imunoterapi
yang merupakan teknik pengobatan baru untuk kanker,
yang mengerahkan dan lebih mendayagunakan sistem
kekebalan tubuh untuk memerangi kanker. Karena hampir selalu menggunakan
bahan-bahan alami dari makhluk hidup, terutama manusia, maka imunoterapi sering
juga disebut bioterapi atau terapi biologis.Sejauh ini ada beberapa jenis
imunoterapi yang telah dikembangkan.
b. Interferon
Merupakan sitokin yang berupa glikoprotein.
Interferon, khususnya interferon alfa, adalah obat imunoterapi pertama yang
digunakan untuk mengobati kanker. Antibodi Monoklonal merupakan antibody yang
dihasilkan oleh satu klon sel. Digunakan dalam identifikasi sel, typing darah
dan penegakan diagnosa.
c. Vaksin Saat
ini penggunaan vaksin kanker baru saja dimulai. Sebagian besar masih dalam
tahap penelitian dan uji klinis, sehingga belum bisa digunakan secara umum.
d. Colony
Stimulating Factor (CSFs) kadang disebut juga hematopoietic growth factors.
Obat imunoterapi jenis ini merangsang sumsum tulang belakang untuk membelah dan
membentuk sel darah putih, sel darah merah, maupun keping darah, yang
kesemuanya berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
e. Terapi gen
yang masih bersifat eksperimental ini memberi harapan besar. Dengan memasukkan
material genetic tertentu ke dalam sel tubuh penderita kanker, perilaku sel
tubuh orang tersebut bisa dikendalikan sesuai kebutuhan.
4. Rehabilitatif
a. Latihan
fisik bagi yang mengalami gangguan fisik.
b. Bagi
stadium akhir, sebagai perawat melakukan paliatif care.
2.9 Pencegahan
Kanker Serviks
Sebagian
besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor-
faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004)
1.
Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda,
pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang
berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan
beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan
terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan saja.
2.
Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu
melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter.
Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini kanker serviks.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif
terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia
25 tahun atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam
setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes
Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat,
kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang
dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII). 3. Pilih kontrasepsi
dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat memberi
perlindungan terhadap kanker leher rahim.
3.
Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat mengatasi
masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan yang terbalik
antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta
karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia
intra epithelial juga kanker serviks. Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna
hijau tua dan kuning, maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker
mulut rahim 5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah
infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini
bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum
memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks,
vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan
11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini
baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun
yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka
waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun
hingga 75%.
BAB III
Asuhan
Keperawatan
3.1 Pengkajian
Keperawatan
Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual
Salah satu faktor yang menyebabkan kanker serviks ini
adalah menikah
dibawah umur 18 tahun.
1. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab
terjadinya kanker
serviks dapat ditularkan dengan mudah.
2. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak
dapat melakukan pap
smear secara rutin dan pola hubungan seksual yang
tidak sehat.
3. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan
dengan
kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan
kanker
seviks.
4. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran
diri, konsep diri, peran
diri, emosional.
5. Perineum; keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari
kanker leher rahim
yang mulai mengalami metastase.
6. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang
sudah mendesak dan
abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
7. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan
pada syaraf -
syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga
menimbulkan perasaan berat
pada daerah tersebut.
8. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan
cepat saji dapat
memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada
orang - orang
dengan gemar berganti - ganti pasangan dengan
mengesampingkan efek
negatifnya kemungkinan besar dapat timbul gejala -
gejala tersebut
sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
9. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi
perdarahan diantara
siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker
leher rahim.
10. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada
syaraf dan kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang
dengan skala nyeri 0- 3.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi,
intensitas, dan skala
nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi,
distraksi, imajinasi,
message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional :
a. Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan
tindakan yang
akan dilakukan selanjutnya.
b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Mengetahui tanda kegawatan.
d. Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi
nyeri.
e. Mengontrol nyeri maksimum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status
nutrisi dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan
oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori,
kaya protein
dan tetap sesuai diit ( Rendah Garam ).
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
Rasional :
a. Untuk mengetahui status nutrisi
b. Memantau peningkatan BB.
c. Kebutuhan jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.
d. Identifikasi defisiensi nutrisi.
e. Agar nutrisi terpenuhi
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan
pengeluaran pervaginam ( darah, keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam
pasien tidak terjadi penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar
serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat
ke pasien, pasien
keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke
pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena
lingkungan yang buruk
e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari
leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan
antisepik.
e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari
infeksi.
f. Koloborasi pemeberian antibiotik.
Rasional :
a. Mengurangi terjadinya infeksi.
b. Agar tidak terjadi penyebaran infeksi.
c. Mencegah terjadinya infeksi.
d. Membantu mempercepat penyembuhan.
e. Mencegah terjadinya infeksi.
d. Cemas
berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kecemasan
hilang atau berkurang.
Kriterial hasil :
a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau
berkurang.
b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi
pasien.
c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat
perhatian.
d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan
mengklarifikasi
rasa takut.
e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta
prognosis dan
pengobatan dan klien mendapat dukungan dari terdekat.
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
b. Beri lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman
untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara.
c. Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien,
bicara dengan
menyentuh klien.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali
dan
mengklarifikasi rasa takut.Beri informasi akurat,
konsisten mengenai
prognosis, pengobatan serta dukungan orang terdekat.
Rasional :
a. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan
ketakutannya.
b. Membantu mengurangi kecemasan.
c. Meningkatkan kepercayaan klien.
d. Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.
e. Mengurangi kecemasan.
e. Resiko
tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari prosedur
pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
terjadi
kerusakan intergritas kulit.
Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan
keberhasilan
pengobatan tanpa mengiritasi kulit.
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi
atau trauma
kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat
meminimalkan trauma
pada area terapi radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat
menghindari dan mencegah
cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama
pengobatan dan
setelahnya.
Intervensi :
a. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.
b. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan
menepuk kulit
yang kering dari pada menggaruk.
c. Tinjau protokol perawatan kulit untuk pasien yang
mendapat terapi
radiasi.
d. Anjurkan memakai pakaian yang lembut dan longgar
pada, biarkan
pasien menghindari penggunaan bra bila ini memberi
tekanan.
Rasional :
a. Mempertahankan kebersihan kulit tanpa mengiritasi
kulit.
b. Membantu menghindari trauma kulit.
c. Efek kemerahan dapat terjadi pada terapi radiasi.
d. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada
kulit.
f. Resiko
injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak
terjadi
cedera atau injuri.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan
melakukan
aktifitas.
c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada
ektremitas.
Intervensi :
a. Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara tepat.
b. Anjurkan untuk berpegangan tangan atau minta
bantuan pada
keluarga dalam melakukan suatu kegiatan.
c. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan alat
bantuan.
Rasional :
a. Membantu mengurangi kelelahan.
b. Membantu pasien untuk melakukan kegiatan.
c. Membantu mempercepat penyembuhan.
g. Gangguan
pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
pasien
mampu mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat
yang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas,
seksualitas
dapat diungkapkan dengan bentuk perhatian yang
diberikan
seseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang
berpengaruh bagi pasien
mengenai seksualitas
c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai
dan konflik- konflik
yang muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi
mengenai
masalah seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang-
orang yang
penting bagi pasien.
Rasional :
a. Faktor- faktor seperti menoupose dan proses penuan
remaja dan
dewasa awal yang perlu masukan dalam pertimbangan
mengenai
seksualitas dalam penyakit yang perawatan yang lama.
b. Untuk memberikan pandangan bahwa keterbatasan
kondisi/
lingkungan akan berpengaruh pada kemampuan seksual
tetapi
mereka takut untuk menanyakan secara lansung.
c. untuk mempengaruhi persepsi pasien terhadap masalah
seksual yang
muncul.
d. Apabila masalah- masalah diidentifikasikan dan di
diskusikan maka
pemecahan masalah dapat ditemukan
e. Perhatikan penerimaan akan kebutuhan keintiman dan
tingkatkan
makna terhadap pola interaksi yang telah dibina.
h.Resti
terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
pervaginam.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok
berkurang atau tidak terjadi syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda terjadi syok
b. Observasi KU
c. Observasi TTV
d. Monitor tanda pendarahan
e. Check hemoglobin dan hematokrit
Rasional :
Mengetahui adanya penyebab syok
a. Memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat
terjadi pendarahan sehingga segera diketahui tanda
syok.
b. TTV normal menandakan keadaan umum baik.
c. perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga
pasien tidak
sampai syok.
d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami
pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
(Doengoes, 2005)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kanker
serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks atau mulut Rahim. Sel
kanker ini bersifat ganas dan menyebabkan kematian.
Faktor yang mempengaruhi kanker
serviks adalah berhubungan seksual usia muda, berganti pasangan seksual,
sering melahirkan, Infeksi virus dan bakteri virus herpes simpleks dan human
papilloma virus (HPV), riwayat keluarga yang memiliki riwayat kanker serviks
memiliki risiko terkenan kanker 2-3x lipat, dan merokok.
Manifestasi
klinis pada kanker serviks adalah seperti keputihan, ditemukan adanya
pendarahan agina di luar masa haid, keluhan sakit setelah bersenggama, dan
infeksi pada saluran dan kandung kemih. Pada stadium lanjut mengakibatkan rasa
sakit pada panggul, pendarahan yang mirip dengan air cucian daging dan berbau
amis, nafsu makan hilang, berat badan menurun, anemia karena pendarahan, dan
timbul vistula vesikovaginal atau fistula rektovaginal. Stadiumnya terdiri dari
stadium I, II, III, dan IV.
Pencegahannya yaitu menghindari
faktor-faktor penyebab kanker di atas, pemeriksaan papsmear, kolposkopi dan
skrining, mengkonsumsi makanan bergizi, dan vaksinasi HPV
Pengobatan kanker serviks dilakukan
sesuai dengan stadium penderita kanker serviks saat didiagnosis, antara lain
tindakan operasi, radioterapi, dan kemoterapi.
4.2 Saran
1.
Bagi Masyarakat Khususnya wanita
Untuk
melakukan skrining kanker serviks, jangan sampai menunggu adanya keluhan.
Datanglah ke tempat periksa untuk
pemeriksaan PAP SMEAR/IVA.Jika ditemukan kelainan pra kanker ikutilah pesan
petugas/dokter. Apabila perlu pengobatan, jangan ditunda. Karena pada tahap ini
tingkat kesembuhannya hampir 100%.
2.
Bagi Petugas Kesehatan khususnya perawat dan
Pemerintah
a. Perlunya
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan perempuan untuk melakukan diteksi dini
melalui penyuluhan secara intensif oleh tenaga kesehatan baik medis maupun non
medis,
b.
Pemerintah hendaknya lebih memprioritaskan penanganan kanker serviks, melalui
pelatihan deteksi dini kankes serviks .
c.
meningkatkan peranan perawat ,bidan dan kader kesehatan dalam upaya
memotifasi ibu-ibu untuk melakukan tes pap smear melaui forum PKK, pengajian,
dan posyandu.
d.
memberikan penyuluhan kepada perempuan yang berisiko mengenai personal hygiene
genital.
No comments:
Post a Comment