Thursday, October 8, 2015

kangker serviks



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Kanker serviks adalah jenis kanker yang biasanya tumbuh lambat pada wanita dan mempengaruhi mulut rahim, bagian yang menyambung antara rahim dan vagina. Kanker serviks dapat berasal dari leher rahim ataupun dari mulut rahim, kanker ini tumbuh dan berkembang dari serviks yang dapat menembus keluar dari serviks sehingga tumbuh diluar serviks bahkan dapat tumbuh terus sampai dinding panggul (Andrijono, 2005).
Di antara tumor ganas ginekologi, keganasan kanker mulut rahim atau karsinoma serviks uteri menduduki urutan pertama di negara sedang berkembang termasuk di Indonesia sebesar 369,1 %. Berbeda dengan negara maju karsinoma serviks uteri berada pada urutan ke-5, ini disebabkan karena adanya program test Pap Smear secara periodik dalam upaya deteksi karsinoma serviks uteri (Tambunan, 1995). Selama kurun waktu 5 tahun yaitu tahun 1975-1979 kasus Ca Serviks ditemukan di RSUDGM/ RSUDP Sardjito sebanyak 179 di antara 263 kasus (68,1%). Umur penderitanya antara 30-60 tahun, terbanyak antara usia 45-50 tahun (Wiknjosastro, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan tanggal 23 Februari 2009, dari data inap di Ruang Kandungan RSUD yaitu pada tahun 2008 ditemukan kasus kanker serviks sebanyak 622 pasien dari 1382 pasien, yang berarti sekitar 45% dari seluruh pasien dan mortalitas pada pasien kanker serviks sebesar 4,8%.
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik di antaranya yang paling jarang ditemukan pada perawan, insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan, jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloman Virus) tipe 18 atau 16, kebiasaan merokok, serta kebersihan genetalia yang kurang (Sastrawinata, 1983).
Dengan adanya peranan dari petugas kesehatan khususnya perawat diharapkan dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks pada wanita yaitu dengan melakukan upaya terus menerus dalam memberikan penkes tentang pencegahan penyakit antara lain dengan membiasakan hidup sehat, makan makanan yang bergizi, menghindari kebiasaan merokok, tidak berganti-ganti pasangan seksual dan tidak melakukan hubungan seksual pada usia muda, melakukan pemeriksaan Pap’s Smear setiap enam bulan sejak melakukan hubungan seksual pertama kali serta selalu menjaga kebersihan genetalia dengan benar (Tiara, 2003).

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan kanker serviks dan apa sajakah kalsifikasi nya ?
2.      Apa yang menjadi Etiologi dari kanker serviks ?
3.      Bagaimanakah patolofisiologi kanker serviks ?
4.      Apa sajakah manifestasi klinis dari kanker serviks ?
5.      Apa sajakah komplikasi dari kanker serviks ?
6.      Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang di lakukan pada kanker serviks ?
7.      Penatalaksanaan apa yang di lakukan pada penderita kanker serviks ?
8.      Asuhan Keperawatan apa yang di lakukan pada penderita kanker serviks ?


1.3  Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang apa yang di maksud dengan kanker serviks,apa saja penyebabnya,bagaimana patofisiologi dan metastase nya,seperti apa manifestasi nya,pemeriksaan apa saja yang harus dilakukan dan penatalaksanaan apa yang bisa di terapkan pada penderita kanker serviks.
1. Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami pemahaman tentang konsep penyakit yang disebabkan karena ca cervix.
2.   Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep penyakit yang disebabkan karena ca cervix yang sesuai dengan standart kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.


    











BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1  Definisi kanker serviks
Penyakit kanker leher rahim yang istilah kesehatannya adalah kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu liang senggama (vagina). Kanker Serviks adalah keganasan yang bermula pada sel-sel serviks (leher rahim). Kanker serviks dimulai pada lapisan serviks. Terjadinya kanker sangat perlahan. Pertama, beberapa sel normal berubah menjadi sel-sel prakanker, kemudian berubah menjadi sel kanker. Perubahan ini disebut dispalasia dan biasanya terdeteksi dengan tes pap smear.
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Karsinoma serviks merupakan karsinoma yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina (Cunningham, 2010).
Menurut Diananda,Rama, 2009 Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina.
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju kedalam rahim.(Sarjadi, 2001)
            Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
2.2  Klasifikasi Kanker Serviks
Penentuan stadium pada pasien kanker serviks sangat penting. Hal ini berkaitan dengan jenis pengobatan dan prospek pemulihan yang akan dilakukan. Stadium kanker serviks sebagai berikut :
Stadium
Keterangan
0
Kanker serviks stadium 0 bisa disebut karsinoma in situ. Sel abnormal hanya ditemukan di dalam lapisan serviks.
I
Kanker hanya ditemukan pada leher rahim.
II
Kanker yang telah menyebar diluar leher rahim, tetapi tidak menyebar ke dinding pelvis atau sepertiga bagian bawah Vagina.
III
Kanker yang telah menyebar hingga sepertiga bagian bawah Vagina. Mungkin telah menyebar kedinding panggul dan atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi.
IV
Kanker telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian tubuh lain seperti paru-paru, tulang, dan hati.

2.3  Etiologi
Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :
1.      Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
2.      Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan hanya di lihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
3.      Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali sehingga menjadi kanker.
4.      Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obat-obatan antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang terjadinya kanker.
5.      Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun serviks. Namun tidak diketahui dengan pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker leher rahim.  Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.
6.      Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
7.      Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang hubungan antara kanker leher rahim dan penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral terhadap risiko kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi tidak menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai p>0,05.
Seperti layaknya kanker,  jenis kanker juga mengalami penyebaran (metastasis).  Penyebaran kanker serviks ada tiga macam, yaitu :
a)      Melalui Pembuluh Limfe (limfogen) Menuju kelenjar getah bening lainya.
b)      Melalui Pembuluh darah (hematogen).
c)      Penyebaran langsung ke parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kencing.
2.4  Patofisiologi
Tidak ada penyebab yang pasti untuk terjadinya Ca serviks, yang ada hanyalah faktor-faktor resiko seperti : usia dini saat melakukan hubungan seksual, melahirkan pada usia sangat muda, berganti-ganti pasangan, pemajanan terhadap kuman Papillo Virus (14PV), dan merokok. Pada perempuan yang melakukan hubungan seksual pada usia dini (ditandai dengan mulai haid 1 kali) maka sel-sel epitel serviks belum siap/ matang dengan sempurna, maka jika ada benda asing yang masuk ke dalam serviks akan menimbulkan lesi, begitu juga pada perempuan yang mengalami persalinan pervagina pada usia dini.  
Mekanisme infeksi virus diawali dnegan protein menempel pada dinding sel dan mengekstraksi semua protein sel, kemudian protein sel itu ditandai (berupa garis-garis) berdasarkan polaritasnya. Selanjutnya, virus akan menginfeksikan materi genetiknya kedalam sel. Apabila materi genetik virus ini bertemu dengan materi genetik sel, maka dapat menyebabkan terjadinya mutasi gen. Setelah terjadi mutasi, DNA virus akan bertambah banyak seiring pertambahan jumlah DNA sel yang sedang bereplikasi. Hal ini menyebabkan displasia (pertumbuhan sel yang tidak normal) menjadi bertambah banyak dan tidak terkendali, sehingga menyebabkan kanker.
WOC


2.5  Manifestasi Klinis
a.       Keputihan
Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan. Gejala yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian pertumbuhan tumor menjadi ulseratif.
b.      Siklus menstruasi tidak teratur
Siklus menstruasi yang tidak teratur, dimana siklus lebih pendek dan perdarahan menstruasi yang timbul hanya bercak darah. 5% trjdx
c.       Pengeluaran dari vagina yang tidak normal
Pengeluaran dari vagina yang tidak sempurna dapat berupa keputihan yang berbau busuk, perdarahan diluar siklus menstruasi. Rasa rabas akan dialami pada vagina. Pada Ca serviks lanjut meningkat secara bertahap dan menjadi encer, akhirnya berwarna lebih gelap dan sangat berbau akibat nekrosis dan infeksi tumor.
d.      Perdarahan pada post senggama
Perdarahan pada post senggama biasanya terjadi akibat terbukanya pembuluh darah, makin lama akan sering terjadi.
e.       Nyeri
Rasa nyeri berawal dari lumbal, kemudian menjalar ke panggul bagian depan dan belakang paha, lutut sampai pergelangan kaki.
f.       Perdarahan saat BAK dan BAB
Adanya perdarahan spontan pervagina saat defekasi dicurigai kemungkinan adanya Ca serviks. (Hamilton, 1995)
2.6  Komplikasi
Komplikasi berkaitan dengan intervensi pembedahan sudah sangat menurun yang berhubungan dengan peningkatan teknik- teknik pembedaan tersebut. Komplikasi tersebur meliputi: Fistula uretra, Disfungsi kandung kemih, Emboli pulmonal, Limfosit, Infeksi pelvis, Obstruksi usus besar, dan Fistula rektovaginal.
Komplikasi yang di alamisegera saat terapi radiasi adalah reaksi kulit, Sistitis radiasi dan enteritis. Komplikasi berkaitan pada kemorterapi tergantung pada kombinasi obat yang di gunakan. Masalah efek samping yang sering terjadi adalah supresi sumsum tulang, mual dan muntah karena  penggunaan kemoterapi yang mengandung sisplatin. ( Gale Danielle, 2000 )
2.7  Pemeriksaan Penunjang
Menurut WHO, wanita berusia antara 25 dan 65 tahun hendaknya menjalani screening test untuk mendeteksi adanya perubahan-perubahan awal. Wanita di bawah usia 25 tahun hampir tidak pernah terserang kanker serviks dan tidak perlu di-screening. Wanita yang tidak pernah berhubungan badan juga tidak perlu di-screening.
1.      Tes Pap Smear
Wanita bisa mengurangi risiko terserangnya kanker serviks dengan melakukan Pap Smear secara teratur. Tes Pap adalah suatu tes yang digunakan untuk mengamati sel-sel leher rahim. Tes Pap dapat menemukan adanya kanker leher rahim atau sel abnormal (pra-kanker) yang dapat menyebabkan kanker serviks (Bryant, 2012). Hal yang paling sering terjadi adalah, sel-sel abnormal yang ditemukan oleh tes Pap bukanlah sel kanker. Sampel sel-sel yang sama dapat dipakai untuk pengujian infeksi HPV (Puteh, 2008).
2.      Tes IVA
IVA adalah singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat, merupakan metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks (Bryant, 2012).
3.      Jika hasil tes Pap atau IVA anda tidak normal,
Dokter akan menganjurkan tes lain untuk membuat diagnosis yaitu Kolposkopi: Dokter menggunakan kolposkop untuk melihat leher rahim. Kolposkop menggunakan cahaya terang dan lensa pembesar untuk membuat jaringan lebih mudah dilihat. Alat ini tidak dimasukkan ke dalam vagina. Kolposkopi biasanya dilakukan di tempat praktek dokter atau klinik.
4.      Biopsi
Dengan bius lokal, jaringan yang dimiliki wanita diambil di tempat praktek dokter. Lalu seorang ahli patologi memeriksa jaringan di bawah mikroskop untuk memeriksa adanya sel-sel abnormal.
5.      Punch Biopsi dr no 5-8 prnsipx sm, prbdaanx hx trltak pd bntuk alt dn bntuk jringnx yg d ambil
Dokter menggunakan alat yang tajam untuk menjumput sampel kecil jaringan serviks.
6.      LEEP
Dokter menggunakan loop kawat listrik untuk mengiris sepotong, bulat tipis dari jaringan serviks.
7.      Endoservikal kuret
Dokter menggunakan kuret (alat, kecil berbentuk sendok) untuk mengikis contoh kecil jaringan dari leher rahim.Beberapa dokter mungkin menggunakan kuas tipis lembut, bukan kuret.
8.      Conization
Dokter mengambil sebuah sampel jaringan berbentuk kerucut. Sebuah conization, atau biopsi kerucut, memungkinkan ahli patologi melihat apakah ada sel-sel abnormal dalam jaringan di bawah permukaan leher rahim. Para dokter mungkin melakukan tes ini di rumah sakit dengan anestesi / bius total.
Pengambilan sampel jaringan dari leher rahim dapat menyebabkan perdarahan. Daerah ini biasanya sembuh dengan cepat. Beberapa wanita juga merasakan rasa sakit yang mirip dengan kram menstruasi. Dokter dapat meresepkan obat yang akan membantu mengurangi rasa sakit (Bryant, 2012).
2.8  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1.      Radiasi
a)      Dapat dipakai untuk semua stadium.
b)      Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk.
c)      Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
2.   Operasi
a)      Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II.
b)      Operasi histerektomi vagina yang radikal.
c)      Kombinasi (radiasi dan pembedahan).
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema.  Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten.  5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.
Penatalaksanaan Keperawatan
1.   Promotif
a.   Penyuluhan kesehatan masyarakat dan tingkat gizi yang baik.
b.   Pemeliharaan kesehatan perseorangan dan lingkungan.
c.   Olahraga secara teratur.
d.   Pendidikan seksual yang baik dan benar (penjelasan tentang alat kontrasepsi dan perilaku seksual yang sehat)
2.   Preventif
a.   Perubahan pola diet atau suplemen dengan makan banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat.
b.   Vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks. Vaksin ini dibuat dengan teknologi rekombinan, sehingga mempunyai ketahanan yang kuat. Vaksinasi ini merupakan pencegahan yang paling utama. Vaksinasi ini diberikan untuk wanita yang belum terinfeksi atau tidak terinfeksi HPV risiko tinggi (16 dan 18).
c.   Pemeriksaan kesehatan reproduksi ke rumah sakit melalui tes pap smear.
3.   Kuratif
a.   Imunoterapi yang merupakan teknik pengobatan baru untuk kanker, yang mengerahkan dan lebih mendayagunakan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi kanker. Karena hampir selalu menggunakan bahan-bahan alami dari makhluk hidup, terutama manusia, maka imunoterapi sering juga disebut bioterapi atau terapi biologis.Sejauh ini ada beberapa jenis imunoterapi yang telah dikembangkan.
b.   Interferon
Merupakan sitokin yang berupa glikoprotein. Interferon, khususnya interferon alfa, adalah obat imunoterapi pertama yang digunakan untuk mengobati kanker. Antibodi Monoklonal merupakan antibody yang dihasilkan oleh satu klon sel. Digunakan dalam identifikasi sel, typing darah dan penegakan diagnosa.
c.   Vaksin Saat ini penggunaan vaksin kanker baru saja dimulai. Sebagian besar masih dalam tahap penelitian dan uji klinis, sehingga belum bisa digunakan secara umum.
d.   Colony Stimulating Factor (CSFs) kadang disebut juga hematopoietic growth factors. Obat imunoterapi jenis ini merangsang sumsum tulang belakang untuk membelah dan membentuk sel darah putih, sel darah merah, maupun keping darah, yang kesemuanya berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.
e.   Terapi gen yang masih bersifat eksperimental ini memberi harapan besar. Dengan memasukkan material genetic tertentu ke dalam sel tubuh penderita kanker, perilaku sel tubuh orang tersebut bisa dikendalikan sesuai kebutuhan.
4.   Rehabilitatif
a.   Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik.
b.   Bagi stadium akhir, sebagai perawat melakukan paliatif care.
2.9  Pencegahan Kanker Serviks
Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup sehat dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi (Dalimartha, 2004)
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan seks. Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah setia pada satu pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan teknologi Hybrid Capture II System (HCII). 3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher rahim.
3. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga dapat mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian mendapatkan hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta karoten atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia intra epithelial juga kanker serviks. Artinya semakin banyak makan sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan semakin kecil risiko untuk kena penyakit kanker mulut rahim 5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker serviks bisa menurun hingga 75%.

















BAB III
Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian Keperawatan
Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual
Salah satu faktor yang menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah
dibawah umur 18 tahun.
1. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker
serviks dapat ditularkan dengan mudah.
2. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan pap
smear secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
3. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan
kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker
seviks.
4. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran
diri, emosional.
5. Perineum; keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher rahim
yang mulai mengalami metastase.
6. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan
abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
7. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf -
syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat
pada daerah tersebut.
8. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat
memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang - orang
dengan gemar berganti - ganti pasangan dengan mengesampingkan efek
negatifnya kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebut
sehingga mengarah pada terjadinya kanker leher rahim.
9. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara
siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.
10. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau berkurang.
Kriteria :
a. pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala
nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
Rasional :
a. Mengetahui tingkat nyeri pasien dan menentukan tindakan yang
akan dilakukan selanjutnya.
b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Mengetahui tanda kegawatan.
d. Memberikan rasa nyaman dan membantu mengurangi nyeri.
e. Mengontrol nyeri maksimum.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein
dan tetap sesuai diit ( Rendah Garam ).
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
Rasional :
a. Untuk mengetahui status nutrisi
b. Memantau peningkatan BB.
c. Kebutuhan jaringan metabolik adequat oleh nutrisi.
d. Identifikasi defisiensi nutrisi.
e. Agar nutrisi terpenuhi
c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran pervaginam ( darah, keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak terjadi penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien
keluarga, pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.
e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.
f. Koloborasi pemeberian antibiotik.
Rasional :
a. Mengurangi terjadinya infeksi.
b. Agar tidak terjadi penyebaran infeksi.
c. Mencegah terjadinya infeksi.
d. Membantu mempercepat penyembuhan.
e. Mencegah terjadinya infeksi.
d. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasan
hilang atau berkurang.
Kriterial hasil :
a. Pasien mengatakan perasaan cemasnya hilang atau berkurang.
b. Terciptanya lingkungan yang aman dan nyaman bagi pasien.
c. Pasien tampak rileks, tampak senang karena mendapat perhatian.
d. Keluarga atau orang terdekat dapat mengenai dan mengklarifikasi
rasa takut.
e. Pasien mendapat informasi yang akurat, serta prognosis dan
pengobatan dan klien mendapat dukungan dari terdekat.
Intervensi :
a. Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
b. Beri lingkungan terbuka dimana pasien merasa aman untuk
mendiskusikan perasaan atau menolak untuk bicara.
c. Pertahankan bentuk sering bicara dengan pasien, bicara dengan
menyentuh klien.
d. Bantu pasien atau orang terdekat dalam mengenali dan
mengklarifikasi rasa takut.Beri informasi akurat, konsisten mengenai
prognosis, pengobatan serta dukungan orang terdekat.
Rasional :
a. Memberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketakutannya.
b. Membantu mengurangi kecemasan.
c. Meningkatkan kepercayaan klien.
d. Meningkatkan kemampuan kontrol cemas.
e. Mengurangi kecemasan.
e. Resiko tinggi kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan efek dari prosedur pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
kerusakan intergritas kulit.
Kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mempertahankan keberhasilan
pengobatan tanpa mengiritasi kulit.
b. Pasien dan keluarga dapat mencegah terjadi infeksi atau trauma
kulit.
c. Pasien keluarga beserta TIM medis dapat meminimalkan trauma
pada area terapi radiasi.
d. Pasien, keluarga beserta tim medis dapat menghindari dan mencegah
cedera dermal karena kulit sangat sensitif selama pengobatan dan
setelahnya.
Intervensi :
a. Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan.
b. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit
yang kering dari pada menggaruk.
c. Tinjau protokol perawatan kulit untuk pasien yang mendapat terapi
radiasi.
d. Anjurkan memakai pakaian yang lembut dan longgar pada, biarkan
pasien menghindari penggunaan bra bila ini memberi tekanan.
Rasional :
a. Mempertahankan kebersihan kulit tanpa mengiritasi kulit.
b. Membantu menghindari trauma kulit.
c. Efek kemerahan dapat terjadi pada terapi radiasi.
d. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit.
f. Resiko injuri berhubungan dengan kelemahan dan kelelehan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
cedera atau injuri.
Kriteria hasil :
a. Pasien dapat meningkatkan keamanan ambulasi.
b. Pasien mampu menjaga keseimbangan tubuh ketika akan melakukan
aktifitas.
c. Pasien mampu meningkatkan posisi fungsional pada ektremitas.
Intervensi :
a. Intruksikan dan bantu dalam mobilitas secara tepat.
b. Anjurkan untuk berpegangan tangan atau minta bantuan pada
keluarga dalam melakukan suatu kegiatan.
c. Pertahankan posisi tubuh tepat dengan dukungan alat bantuan.
Rasional :
a. Membantu mengurangi kelelahan.
b. Membantu pasien untuk melakukan kegiatan.
c. Membantu mempercepat penyembuhan.
g. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien
mampu mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat
yang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas
dapat diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikan
seseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasien
mengenai seksualitas
c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik- konflik
yang muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi mengenai
masalah seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yang
penting bagi pasien.
Rasional :
a. Faktor- faktor seperti menoupose dan proses penuan remaja dan
dewasa awal yang perlu masukan dalam pertimbangan mengenai
seksualitas dalam penyakit yang perawatan yang lama.
b. Untuk memberikan pandangan bahwa keterbatasan kondisi/
lingkungan akan berpengaruh pada kemampuan seksual tetapi
mereka takut untuk menanyakan secara lansung.
c. untuk mempengaruhi persepsi pasien terhadap masalah seksual yang
muncul.
d. Apabila masalah- masalah diidentifikasikan dan di diskusikan maka
pemecahan masalah dapat ditemukan
e. Perhatikan penerimaan akan kebutuhan keintiman dan tingkatkan
makna terhadap pola interaksi yang telah dibina.
h.Resti terjadinya syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
pervaginam.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok
berkurang atau tidak terjadi syok.
Kriterial hasi :
a. pasien tidak mengalami anemia
b. Tanda - tanda vital stabil.
c. Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi :
a. Kaji adanya tanda terjadi syok
b. Observasi KU
c. Observasi TTV
d. Monitor tanda pendarahan
e. Check hemoglobin dan hematokrit
Rasional :
Mengetahui adanya penyebab syok
a. Memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat
terjadi pendarahan sehingga segera diketahui tanda syok.
b. TTV normal menandakan keadaan umum baik.
c. perdarahan cepat diketahui dapat diatasi sehingga pasien tidak
sampai syok.
d. Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami
pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
(Doengoes, 2005)

















BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks atau mulut Rahim. Sel kanker ini bersifat ganas dan menyebabkan kematian.
Faktor yang mempengaruhi kanker serviks  adalah berhubungan seksual usia muda, berganti pasangan seksual, sering melahirkan, Infeksi virus dan bakteri virus herpes simpleks dan human papilloma virus (HPV), riwayat keluarga yang memiliki riwayat kanker serviks memiliki risiko terkenan kanker 2-3x lipat, dan merokok.
Manifestasi klinis pada kanker serviks adalah seperti keputihan, ditemukan adanya pendarahan agina di luar masa haid, keluhan sakit setelah bersenggama, dan infeksi pada saluran dan kandung kemih. Pada stadium lanjut mengakibatkan rasa sakit pada panggul, pendarahan yang mirip dengan air cucian daging dan berbau amis, nafsu makan hilang, berat badan menurun, anemia karena pendarahan, dan timbul vistula vesikovaginal atau fistula rektovaginal. Stadiumnya terdiri dari stadium I, II, III, dan IV.
Pencegahannya yaitu menghindari faktor-faktor penyebab kanker di atas, pemeriksaan papsmear, kolposkopi dan skrining, mengkonsumsi makanan bergizi, dan vaksinasi HPV
Pengobatan kanker serviks dilakukan sesuai dengan stadium penderita kanker serviks saat didiagnosis, antara lain tindakan operasi, radioterapi, dan kemoterapi.
4.2 Saran
1.      Bagi Masyarakat Khususnya wanita
Untuk melakukan skrining kanker serviks, jangan sampai menunggu adanya keluhan.
Datanglah ke tempat periksa untuk pemeriksaan PAP SMEAR/IVA.Jika ditemukan kelainan pra kanker ikutilah pesan petugas/dokter. Apabila perlu pengobatan, jangan ditunda. Karena pada tahap ini tingkat kesembuhannya hampir 100%.
2.      Bagi Petugas Kesehatan khususnya perawat dan Pemerintah
a. Perlunya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan perempuan untuk melakukan diteksi dini melalui penyuluhan secara intensif oleh tenaga kesehatan baik medis maupun non medis,
b. Pemerintah hendaknya lebih memprioritaskan penanganan kanker serviks, melalui pelatihan deteksi dini kankes serviks .
c. meningkatkan peranan perawat ,bidan dan kader kesehatan dalam  upaya memotifasi ibu-ibu untuk melakukan tes pap smear melaui forum PKK, pengajian, dan posyandu.
d. memberikan penyuluhan kepada perempuan yang berisiko mengenai personal hygiene genital.

No comments:

Post a Comment