MAKALAH
PERKEMBANGAN
SOSIAL ANAK
Makalah
ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah KEPERAWATAN ANAK
Dosen
pembimbing : Fety Fatkhiyah SST
Oleh :
Hendrik Febriadi
Hera Datul Hasanah
Khoirul Bazar
PROGRAM
STUDI DIII KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
BONDOWOSO
TAHUN
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah YME karena
dengan rahmat dan hidayahnyalah kita semua dalam keadaan sehat
walafiat,sholawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada nabi besar
Muhammad SAW,karena beliaulah yang membawa kita dari jaman kegelapan menuju
jaman terang benderang seperti yang saat ini kita rasakan.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Yuana
Dwi Agustin, S.KM, M.Kes selaku kepala prodi DIII keperawatan Universitas
Bondowoso
2. Faty Fatkhiyah SST
selaku dosen pembimbing
3. Dan
semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini
Penulis sadar bahwa makalah yang kami susun ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan oleh karna itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar penulis dapat menjadi lebih baik
Bondowoso, 25 Agustus 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala
aspek kehidupan yang mereka jalani baik bersifat fisik maupun non fisik.
Perkembanmgan berarti serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai
akibat dari proses kematangan dan pengalaman.[1]
Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia
dilahirkan dengan sifat sos ial dan sebagian lagi tidak. Orang yang lebih banyak
merenungi diri dan lebih su ka menyendiri daripada bersama-sama dengan orang
lain atau introvert, secara ala miah memang sudah bersifat demikian. Mereka
yang bersifat sosial dan pikirannya lebih banyak tertuju pada pada hal-hal
diluar dirinya atau ekstrovert, juga sudah bersikap seperti itu karena alamiah
yaitu faktor keturunan. Sedangkan orang ya ng menentang masyarakat yaitu orang
yang antisosial, dan orang yang biasanya men jadi penjahat, diyakini oleh
masyarakat tradisional sebagai warisan dari pada salah satu sifat buruk yang
dimiliki oleh orang tuanya.
Kesepakatan para ahli
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perkembangan itu adalah suatu proses
perubahan pada seseorang kearah yang lebih maju dan lebih dewasa, naqmun mereka
berbeda-beda pendapat tentang bagaimana proses perubahan itu terjadi dalam
bentuknya yang hakiki. (Ani Cahyadi, Mubin, 2006 : 21-22).
Beberapa teori perkembangan
manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan berkembang dari masa
bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang.
Kehidupan
anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan kemampuan
mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan interaksi ini
faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting. Proses tersebut
merupakan proses sosialisai yang mendudukkan anak-anak sebagai insan yang yang
secara aktif melakukan proses sosialisasi.
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka yang
menjadi rumusan masalah di dalam makalah ini adalah :
- Apa makna perkembangan sosial?
- Bagaimana teori perkembangan social?
- Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan sosial anak ?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui makna perkembangan sosial anak,
mengetahui teori perkembangan social dan mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN PERKEMBANGAN
SOSIAL
Perkembangan social
adalah tingkatan jalinan interaksi anak dengan orang lain, mulai dari orang
tua, saudara, teman bermain, hingga masyarakat secara luas. Sedangkan perkembangan emosional adalah
luapan perasaan ketiak anak berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
perkembangan social emosional tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain membahas perkembangan social
harus melibatkan emosional.[2]
Berikut pengertian perkembangan sosial menurut beberapa ahli:
1. Perkembangan sosial adalah kemajuan yang progresif melalui kegiatan yang terarah dari individu dalam pemahaman
atas warisan sosial dan formasi pola tingkah lakunya yang luwes. Hal itu disebabkan oleh adanya kesesuaian yang layak antara dirinya dengan warisan sosial itu.[3]
2. Menurut Elizabeth B. Hurlock, perkembangan sosial
adalah kemampuan seseorang dalam bersikap atau tata cara perilakunya dalam
berinteraksi dengan unsur sosialisasi di masyarakat.
3. Singgih D Gunarsah, perkembangan sosial merupakan
kegiatan manusia sejak lahir, dewasa, sampai akhir hidupnya akan terus
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosialnya yang menyangkut norma-norma
dan sosial budaya masyarakatnya.
4. Abu Ahmadi, berpendapat bahwa perkembangan sosial
telah dimulai sejak manusia itu lahir. Sebagai contoh, anak menangis saat
dilahirkan, atau anak tersenyum saat disapa. Hal ini membuktikan adanya
interaksi sosial antara anak dan lingkungannya.
Jadi, dapat
diartikan bahwa perkembangan sosial akan
menekankan perhatiannya kepada pertumbuhan yang bersifat progresif. Seorang
anak atau individu yang lebih besar tidak bersifat statis dalam pergaulannya,
karena dirangsang oleh lingkungan sosial, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan
kelompok dimana ia sebagai salah satu anggota kelompoknya.
A.
TEORI PERKEMBANGAN SOSIAL
Salah satu tokoh
psikologi perkembangan yang merumuskan teori perkembangan sosial peserta didik
adalah Erik Erison. Erik
Erikson sangat terkenal dengan tulisaanya di bidang psikologi anak. Dia
mengembangkan teori yang disebut teori perkembangan psikososial dimana ia
membagi tahap-tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahapan.
Berikut ini terori perkembangan sosial menurut
Erik Erikson yang tergambar pada tahap-tahap perkembangan anak sebagai berikut:
Umur
|
Fase
Perkembangan
|
Perkembangan
Perilaku
|
0 – 1
|
Trust
vs Mistrust
|
Tahap pertama adalah tahap pengembangan rasa
percaya diri kepada orang lain, sehingga mereka sangat memerlukan sentuhan
dan pelukan.
|
2 – 3
|
Autonomy
vs Shame
|
Tahap ini bisa dikatakan sebagai masa
pemberontakan anak atau masa “nakalnya”.
Namun kenakalannya tidak dapat dicegah begitu saja, karena tahap ini
anak sedang mengembangkan kemampuan motorik dan mental, sehingga yang
diperlukan justru mendorong dan memberikan tempat untukmengembangkan motorik
dan mental. Pada saat ini anak sangat terpengaruh oleh orang-orang penting
disekitarnya, misal orang tua atau guru.
|
4 – 5
|
Inisiative
vs Guilt
|
Mereka banyak bertanya dalam segala hal,
sehingga terkesan cerewet. Mereka juga
mengalami perngembangan inisiatif/ide, sampai pada hal-hal yang berbau
fantasi.
|
6 – 11
|
Indusstry
vs Inferiority
|
Mereka sudah bisa mengerjakan tugas-tugas
sekolah dan termotivasi untuk belajar.
Namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang hati-hati dan menuntut
perhatian.
|
12 -18/20
|
Ego-identity
vs Role on fusion
|
Tahap ini manusia ingin mencari identitas
dirinya. Anak yang sudah beranjak
menjadi remaja mulai ingin tampil memegang peran-peran sosial di
masyarakat. Namun masih belum bisa
mengatur dan memisahkan tugas dalam peran yang berbeda.
|
18/19 – 30
|
Intimacy
vs Isolation
|
Memasuki tahap ini manusia sudah mulai siap
menjalani hubungan intim dengan orang lain, membangun bahtera rumah tangga
bersama calon pilihannya
|
31 – 60
|
Generation
vs Stagnation
|
Tahap ini ditandai dengan munculnya kepedulian
yang tulus terhadap sesama. Tahap ini terjadi saat seseorang telah memasuki
usia dewasa
|
60 ke atas
|
Ego
Integrity vs putus asa
|
Masa ini dimulai pada usia 60-an, masa dimana
manusia mulai mengembangkan integritas dirinya.
|
2.2
PERKEMBANGAN SOSIAL (BAYI, KANAK-KANAK,
REMAJA, DEWASA)
A.
Perkembangan sosial pada masa bayi
Interaksi
sosial dengan orang lain sudah dimulai sejak masa bayi dengan cara yang sangat
sederhana. Pada tahun pertama kehidupan,
interaksi sosial anak sangat terbatas, yang utama dengan ibu dan pengasuhnya.
Interaksi tersebut dilakukan dengan pandangan, pendengaran dan bau badan. Kepedulian terhadap lingkungan hampir tidak ada, sehingga
apabila kebutuhannya sudah terpenuhi anak tidak peduli lagi terhadap
lingkungan.[4]
1. Reaksi sosial terhadap orang dewasa
Pada masa bayi ini bayi senang sekali bila
diajak berhubungan atau berteman oleh orang lain, misalnya
diajak berbicara, bermain dan sebagainya.
Makin besar anak makin membutuhkan tidak hanya kontak fisik namun juga
kontak psikis. Kontak fisik dapat
diwujudkan dengan menggendong, menggandeng, mengelus rambut, mencium,
memandikan. Sedangkan kontak psikis
dapat berupa pemberian perhatian, kasih sayang, dorongan.
Beberapa perilaku lazim yang sering muncul pada masa bayi antara lain[5]:
a.
Imitasi
(peniruan), yakni bayi senang sekali meniru tingkah laku atau sikap orang-orang
dewasa yang ada disekitarnya, misalnya menirukan orang tertawa, tersenyum,
tepuk tangan dan sebagainya.
b.
Shyness (perasaan malu), yakni pada masa ini anak mudah
sekali merasa alu atau takut terhadap orang-orang yang belum dikenalnya. Akan
tetapi sebaliknya anak menjadi tidak mudah takut atau malu setelah dapat
mengenal lebih terhadap orang tersebut.
c.
Dependency (ketergantungan), yakni anak tidak dapat hidup
tanpa bantuan orang lain.
d.
Acceptance or the authority, menerima kekuatan atau kekuasaan yang
melebihi dirinya yang ada diluar dirinya.
e.
Rivalry (persaingan dan resistant behavior). Resistant behavior bertujuan untuk
menunjukkan kekuatan.
f.
Attention seeking (perhatian akan sesuatu). Pada masa ini timbul niat atau kemauan anak untuk
mengenal lebih lanjut atas apa yang dilihatnya, misalnya bermain-main dengan
jenggot anaknya.
g.
Cooperation behavior, manifestasi tingkah laku dapat
diwujudkan dalam bentuk bermain bersama-sama temannya, bergurau dengan
temannya, tergaul dan ergabung dengan teman-temannya.
2.2.2 Implikasi pada pendidikan
Bayi
membutuhkan perawatan dan pemberian kasih sayang, lingkungan perlu memberikan
rangsangan motorik yang kontinyu untuk membantu perkembangan motorik. Pemaksaan dan reaksi orang dewasa yang
menolak dapat mengakibatkan kemunduran, anak akan menjadi takut dan tidak
bahagia. Pemberian afeksi bagi bayi lebih dipentingkan daripada terus memaksa
bayi melakukan sesuatu prilaku yang tidak mungkin dilakukan.
2.3
Perkembangan sosial pada masa prasekolah
Selama masa
prasekolah, banyak anak yang mulai mengadakan hubungan dekat dengan orang-orang
non keluarga. Pada saat anak menjelajahi
dunia prasekolah mereka mengalami serangkaian situasi sosial yang baru dan
bervariasi. Beberapa situasi baru
berhubungan dengan bermain.
Pada masa
ini, anak sudah mulai membentuk masyarakat kecil yang anggotanya terdiri dari
dua atau tiga anak. Mereka bermain bersama-sama walaupun kelempok itu hanya
dapat bertahan dalam waktu yang relatif singkat. Dalam perkumpulannya ia harus bergaul dan
menyesuaikan dirinya dengan anak yang lain.
Kadang-kadang ia berkelahi dengan temannya sendiri.
Di
lingkungn keluarga, anak suka menuntut kasih sayang ibunya hanya untuk diriya
sendiri. Dalam dirinya mulai timbul
perasaan iri hati kepada orang seisi rumah khususnya kakak atau adik yang
membutuhkan perhatian ibunya.
Dalam masa
ini yang sangat menonjol adalah sikap simpatinya. Rasa simpati sudah dikenal sangat sederhana,
seperti sikap menolong, melindungi teman, membela teman yang lain dan
sebagainya. Ia tidak merasa takut atau
malu jika berada diantara orang-orang yang disukainya. Tetapi ia akna merasa takut berada diantara
orang-orang yang tidak disukainya.
Implikasi dalam Pendidikan
ü Sebagai pendidik perlu mengetahui bahwa
bermain adalah sarana belajar yang luar biasa ampuh bagi anak kecil.
ü Sebagai pendidik perlu mendorong anak
menggunakan inisiatifnya pada pengalaman sehari-hari.
ü Bila anak mengalami kesulitan bergabung
dengan teman-teman sebayanya pendidik harus memberi contoh bagaimana cara
berpartisipasi dan bergabung dalam kelompok.
2.4
Perkembangan sosial pada masa sekolah
Perkembangan
sosial dan kepribadian mulai dari usia
pra sekolah sampai akhir masa sekolah ditandai oleh meluasnya lingkungan
sosial. Anak-anak mulai melepaskan diri dari keluarga dan makin mendekatkan
diri pada orang-orang disamping keluarga.
2.4.1
Kegiatan
Bermain
Dibanding
dengan masa sebelumnya anak pada usia sekolah ini mau tidak mau akan mengurangi
waktu bermain daripada masa sebelumnya. Bermain sangat penting bagi
perkembangan fisik, psikis dan sosial anak. Dengan bermain anak berinteraksi
dengan teman yang akan memberikan berbagai pengalaman berharga.
2.4.2
Interaksi
dengan anak-anak sebaya
Meluasnya
lingkungan sosial bagi anak menyebabkan anak menjumpai pengaruh-pengaruh yang
ada diluar pengawasan orang tua. Interaksi dengan teman sebaya merupakan
permulaan hubungan persahabatan. Persahabatan pada awal masa sekolah pada
umumnya terjadi atas dasar aktivitas bersama. Hubungan persahabatan itu
bersifat timbal balik dan memiliki sifat-sifat sebagai berikut: (a)ada saling
pengertian, (b) saling membantu, (c) saling percaya, (d) saling menghargai dan
menerima.
Teman
sebaya pada umumnya adalah teman sekolah atau teman bermain di luar sekolah.
Minat terhadap kegiatan kelompok mulai timbul. Mereka memiliki teman-teman
sebaya untuk melakukan kegiatan bersama, seperti belajar bersama, melihat
pertunjukan, bermain dan sebagainya.
Masa
kanak-kanak akhir ini dibagi menjadi dua fase[6]:
a.
Masa
kelas-kelas rendah Sekolah Dasar yang berlangsung antarausia 6/7 – 9/10 tahun,
biasaya mereka duduk di kelas 1, 2, dan 3 Sekolah Dasar
b.
Masa
kelas-kelas tinggi Sekolah Dasar yang berlangsung antarausia 9/10 – 12/13
tahun, biasaya mereka duduk di kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar.
Adapun ciri-ciri anak masa
kelas-kelas rendah adalah
2.4.2.b.1 Ada hubungan yang kuat antara keadaan
jasmani dan prestasi sekolah
2.4.2.b.2 Suka memuji diri sendiri
2.4.2.b.3 Kalau tidak dapat menyelesaikan suatu
tugas atau pekerjaan, tugas atau pekerjaan itu dianggapnya tidak penting
2.4.2.b.4 Suka membandingkan dirinya dengan anak
lain, jika hal itu menguntungkan dirinya.
2.4.2.b.5 Suka meremehkan orang lain
Ciri-ciri anak masa kelas-kelas
tinggi adalah:
a)
Perhatiannya
tertuju kepada kehidupan praktis sehari-hari
b)
Ingin
tahu, ingin belajar dan realistis
c)
Timbul
minat kepada pelajaran-pelajaran khusus
d)
Anak
memandang nilai sebagai ukuran yang tepat sebagai prestasi belajar
e)
Anak suka
membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama, mereka membuat peraturan
sendiri dalam kelompoknya.
2.5
Perkembangan sosial pada masa remaja
Pada usia
remaja pergaulan dan interaksi sosial dengan teman sebaya bertambah luas dan
kompleks dibandingkan denga masa-masa sebelumnya termasuk pergaulan dengan
lawan jenis. Pemuasan interlektual juga
didapatkan oleh remaja dalam kelompoknya dengan berdiskusi, berdebat untuk
memecahkan masalah. Mengikuti organisasi
sosial juga memberikan keuntungan bagi perkembangan sosial remaja, namun
demikian agara remaja dapat bergaul dengan baik dalam kelompoknya diperlukan
kopentensi sosial yang berupa kemampuan dan ketrampilan berhubungan dengan
orang lain.
Suatu
penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Bronson, menyimpulkan adanya tiga pola
orientasi sosial, yaitu:
2.5.1
Withdrawal vs. Expansive
Anak yang tergolong withdrawal adalah anak yang mempunyai
kecenderungan menarik diri dalam kehidupan sosial, sehingga dia lebih senang
hidup menyendiri. Sebaliknya anak expansive
suka menjelajah, mudah ergaul dengan orang lain sehingga pergaulannya luas.
2.5.2
Reaxtive vs aplacidity
Anak yang reactive pada umumnya memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingg
mereka banyak kegiatan, sedangkan anak yang aplacidity
mempunyai sifat acuh tak acuh bahkan tak peduli terhadap kegiatan sosial.
Akibatnya mereka terisolir dalam pergaulan sosial.
2.5.3
Passivity vs Dominant
Anak yang berorientasi passivity sebenarnya banyak mengikuti
kegiatan sosial namun mereka cukup puas sebagai anggota kelompok saja,
sebaliknya anak yang dominant
mempunyai kecenderungan menguasai dan mempengaruhi teman-temannya sehingga
memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadi pemimpin
a.
Tujuan perkembangan Sosial Remaja
a) Memperluas kontak sosial
Remaja tidak lagi memilih
teman-teman berdasarkan kemudahanya, apakan disekolah atau dilingkungan
tetngga. Remaja mulai menginginkan teman
yang memiliki nilai-nilai yang sama, yang dapat memahami, membuat rasa aman,
mereka dapat mempercayakan masalah-masalah dan membahas hal-hal yang tidak
dapat dibicarakan dengan orangtua.
b) Mengembangakan identitas diri
Remaja dalam kehidupannya
mulai ingin menjawab pertanyaan tentang dirinya, siapakah saya?
c) Menyesuaikan dengan kematangan seksual
d) Belajar menjadi orang dewasa
b.
Sikap Sosial Remaja
Perkembangan
sikap sosial remaja ada yang disebut sikap konformitas dan sikap heteroseksual.
Sikap konformitas merupakan sikap ke arah penyamanan kelompok yang menekankan
remaja dapat bersifat positif dan negatif.
Sikap konformitas yang negatif seperti pengrusakan, mencuri dll. Sedang konformitas positif misalnya
menghabiskan sebagian waktu dengan anggota lain yang melibatkan kegiatan sosial
yang beik (Santrock,1997).
Perubahan
sikap dan prilaku seksual remaja yang paling menonjol adalah bidang
heteroseksual ( Hurlock, 1991). Mereka mengalami perkembangan dari tidak
menyukai lawan jenis, menjadi menyukai lawan jenis. Kesempatan dalam berbagai kegiatan
sosial semakin luas, yang menjadikan
remaja memiliki wawasan yang lebih luas.
Remaja semakin mampu dalam berbagai kemampuan sosial yang dapat
meningkatkan kepercayaan diri.
Terkait
dengan hubungan heteroseksual ada beberapa tujuan yang dicapai yaitu;
a) Remaja dapat berlajar berinteraksi dengan
lawan jenis, dimana akan mempermudah perkembangan sosial mereka terutama
kehidupan keluarga.
b) Remaja akan dapat melatih diri untuk
menjadi mandiri, yaitu diperoleh dengan berbagai kegiatan sosial.
c) Remaja akan mendapatkan status tersendiri
dalam kelompok,
d) Remaja dapat belajar melakukan memilih
teman.
c.
Implikasi dalam Pendidikan
Pendidik
harus membimbing remaja agar dapat mencapai hubungan baru dan yang lebih matang
dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, mencapai peran sosial pria dan
wanita, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif,
mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggungjawab, mempersiapkan
karier ekonomi, mempersiapakn perkawinan dan keluarga, memperoleh perangkat
nilai, serta sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan
ideologi
2.6
Perkembangan sosial pada masa dewasa
Masa dewasa
menurut beberapa ahli Psilologi debagi menjadi tiga yaitu dewasa awal(18-40
tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir yang disebut dengan usia
lanjut pada rentang usia diatas 60 tahun.
2.6.1
Dewasa Dini
Pada masa
dewasa dini, perkembangan emosi dan sosial sangat berkaitan dengan adanya
perubahan minat. Adapun kondisi-kondisi
yang mempengaruhi perubahan minat pada masa ini adalah perubahan kondisi
kesehatan, perubahan status sosial ekonomi, perubahan dalam pola kehidupan,
perubahan peran seks, perubahan status dari yang belum menikah ke status
menikah. Pemahaman akan makna cinta yang sebenarnya mempengaruhi bagaimana
individu berinteraksi dengan pasangan, anak-anak, dan lingkungan si sekitarnya
yang pada akhirnya mempengaruhi kebahagiaan individu tersebut.[7]
Untuk
perkembangan sosialnya, sebagaimana yang ditekankan oleh Erikson, masa dewasa
sini merupakan masa krisis isolasi (Hurlock, 1991). Hal ini dikarenakan kegiatan sosial pada masa
dewasa dini sering dibatasi karena berbagai tekanan pekerjaaan dan keluarga. Peran
sosial sering terbatas, sehingga dapat juga mempengaruhi persahabatan,
pengelompokan sosial serta nilai-nilai yang diberikan pada popularitas
individu.
2.6.2
Dewasa Madya
Santrock
(2002) menekankan bahwa perkembangan emosi sosial dan moral yagn menjadi titik
perhatian pada masa ini adalah berkenaan dengan beberapa hal, yaitu:
1)
Pernikahan
dan Cinta
Pada masa dewasa madya, fase
kehidupan keluarga mempengaruhi ciri khas perkembangan emosinya. Pada fase ini berada pada taraf kestabilan
dalam berumah tangga. Stabilitas
dicapai karena perjuangn pasangan dalm memupuk cintanya selama bertahun-tahun
dengan dipengaruhi sikap toleransi antar
pasangan.
2)
Sindrom
sarang kosong
Sebuah peristiwa penting dalam
keluarga apabila anak-anak yang beranjak dewasa mulai meninggalkan rumah menuju
ke kedewasaan. Sindrom sarang kosong ini menyatakan bahwa kepuasan pernikahan
akan menurun karena anak-anak mulai meninggalkan orangtuanya. Orangtua yang
mengalami ini bilamana selama masa sebelumnya kepuasan ada pada interaksi
bersama anak-anak.
3)
Hubungan
Persaudaraan dan persahabatan
Hubungan dengan saudara
semakin meningkat pada usia ini. Pada
masa ini biasanya individu dituntut untuk membimbing masa-masa sebelumnya. Begitupun dengan persahabatan dengan beberapa
teman, pada masa ini mengalami peningkatan. Berbagai aktivitas sosial maupun
olahraga merupakan beberapa hal yang sering dilakukan bersama.
4)
Pengisian
Waktu Luang
Individu pada masa dewasa
madya atau tengah perlu menyiapkan diri unguk masa pensiun, baik secara
keuangan maupun psikologis. Membangun dan memenuhi aktivitas-aktivitas luang
merupakan bagian yang penting untuk persiapan masa pensiun, sehingga peralihan
ke masa usia lanjut tidak begitu menekan individu yang dapat menyebabkan cemas.
5)
Hubungan
antar generasi
Kedekatan antar generasi
terlihat semakin dekatnya anak-anak yang beranjak dewasa dengan orangtuanya,
terutama itu dan anak perempuan.
2.6.3
Dewasa Akhir
1. Teori Sosial Lanjut Usia
Latrancois (1984) menyatakan
bahwa pada dasarnya ada dua teori yang menerangkan hubungan antara umur manusia
dengan kegiatannya:
a) Teori disangrefement
Teori ini secara formal diajukan oleh
Cumming dan Henry pada tahun 1961. Teori ini berpendapat bahwa semakin tinggi
manusia akan diikuti secara berangsur-angsur oleh semakin mundurnya interaksi
sosial, fisik dan emosi dengan kehidupan dunia.
b) Teori Activity
Teori ini bertolak belakang dengan teori yang pertama, menyatakan bahwa semakin tua seseorang akan
semakin memilihara hubungan sosial, fisik maupun emosionalnya. Kepuasan hidup orang tua sangat tergantung
pada kelangsungan keterlibatannya pada berbagai kegiatan
2. Keluarga dan Hubungan Sosial
Pola kehidupan
keluarga mengalami perubahan seiring meningkatnya usia seseorang. Pensiun yang berarti berkurangnya pendapatan,
kematian pasangan, keduanya juga mempengaruhi kehidupan dalam keluarga. Semua perubahan menuntut penyesuaian. Penyesuaian dalam keluarga yang dianggap
penting dalam keluarga menurut Hurlock (1993:420) adalah :
2.6.3.a.1
Hubungan
dengan pasangan hidupnya
2.6.3.a.2
Hubungan
dengan anak
2.6.3.a.3
Ketergantungan
orang tua
2.6.3.a.4
Hubungan
dengan para cucu
Hubungan dengan orang lain cenderung
dan berkurang atau menurun. Kontak sosial dengan teman atau sahabat yang masih
terjalin memiliki efek yang sangat positif bagi lanjut usia.
Lanjut usia akan
lebih menikmati waktunya dengan temannya daripada dengan keluarganya, karena
dengan sesama lanjut usia mereka lebih dapat berdiskusi dengan masalah-masalah
yang mereka hadapi bersama dan saling membantu memecahkan masalah
masing-masing.[8]
3
Faktor – faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak
dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
3.1
Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan
lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga,
pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak ditentukan oleh
keluarga.
3.2
Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi
dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis sehingga mampu
mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang lain,
memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan dalam
berbahasa juga sangat menentukan.
3.3
Status
Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam masyarakat. Perilaku
anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh
keluarganya.
3.4
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses
sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan sosial anak didalam
masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
3.5
Kapasitas
Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat
banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah,
dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali terhadap perkembangan
sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan berbahasa
dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimbang maka akan
sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
BAB III
PENUTUP
Interaksi sosial dengan orang lain sudah dimulai sejak masa bayi sampai
akhir hayat. Menurut Erik H. Erikson (1963), perkembangan sosial terbagi menjadi
beberapa tahapan yaitu :
1.
Infancy (0-1 tahun) : Trust VS
Mistrust
2.
Early childhood (1-3 tahun) :
Autonomy VS Shame, doubt
3.
Preschool age (3-6 tahun) :
Inisiative VS Guilt
4.
School age (6-12 tahun) : Industry
VS Inveriority
5.
Adolescence (12-20 tahun) :
Identity VS Identity confusion
6.
Young adulthood (20-30 tahun) :
Intimacy VS Isolation
7.
adulthood (30-65 tahun ) :
Generativy VS Stagnation
8.
Senescence (>65 tahun) : Ego
integrity VS Despair
Beberapa perilaku yang muncul
pada massa bayi antara lain imitasi, shyness,
pependancy, acceptance, or authority, revalry, attention seeking dan coorperation behavior. Pada masa prasek dan yang menonjol adalah sikap simpatinya. Pada masa remaja interaksi
sosial dengan temaan sebaya bertambah luas dan kompleks. Perkembangan sosial
pada masa dewasa dibagi menjadi tiga, yaitu dewasa dini, dewasa madya dan
dewasa akhir.
Faktor – faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial yaitu :
1.
Keluarga
; merupakan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan sosialnya.
2.
Pematangan
; diperlukan agar dapat bersosialisasi dengan baik.
3.
Status
Sosial Ekonomi ; kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial
ekonomi dalam keluarga.
4.
Pendidikan
; merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
5.
Emosi
dan Intelegenci ; anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berkemampuan
berbaha dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.
H. Djaali. 2007. Psikologi Pendidikan,
Jakarta : Bumi Aksara
Eka
Izzaty, Rita. 1997. Perkembangan Peserta
Didik. Yogyakarta : UNY Press
Siswoyo,
Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press
Drs.
Zulkifli L. 2009. Psikologi Perkembangan.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
F.J.
Monks, A.M.P. Knoers, Dr. Siti Rahayu Haditono. 2006. PSIKOLOGI PERKEMBANGAN, Pengantar dalam berbagai bagiannya.
Yogyakarta : UGM Press
Suyadi.
2009. Ternyata anakku Bisa Kubuat
Genius!. Yogyakarta : Powerbooks
Dariyo,
Agus. 2004. Psikologi Perkembangan Remaj.
Jakarta : GHALIA Indonesia
No comments:
Post a Comment