MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
ANAK DENGAN KEJANG DEMAM
Makalah
ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah KEPERAWATAN ANAK
Dosen
pembimbing : Destia Widyarani,
S.Kep. Ns.
Oleh :
Ginanjar Suhartono
Hendrik Febriadi
Hera Datul Hasanah
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN
UNIVERSITAS
BONDOWOSO
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah YME karena
dengan rahmat dan hidayahnyalah kita semua dalam keadaan sehat
walafiat,sholawat serta salam selalu tercurah limpahkan kepada nabi besar
Muhammad SAW,karena beliaulah yang membawa kita dari jaman kegelapan menuju
jaman terang benderang seperti yang saat ini kita rasakan.
Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada :
1. Yuana
Dwi Agustin, S.KM, M.Kes selaku kepala prodi DIII keperawatan Universitas Bondowoso
2. Destia Widyarani, S.Kep. Ns
selaku dosen pembimbing
3. Dan
semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini
Penulis sadar bahwa makalah yang kami susun ini masih
banyak kesalahan dan kekurangan oleh karna itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar penulis dapat menjadi lebih baik
Bondowoso, 25 Agustus 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman judul. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .i
Kata Pengantar . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .ii
Daftar Isi. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.. . . . . . . . . . . . 4
1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.3 Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .5
BAB 11
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian kejang demam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . 6
2.2 Etiologi . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.3 Patofisiologi . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7
2.4 Manifestasi klinis . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .8
2.5 Penatalaksanaan. . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . .9
2.6 Klasifikasi . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10
2.7 komplikasi . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .11
2.8 Pencegahan . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.9Pemeriksaan Penunjang . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12
2.10 Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam.
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19
3.2 Saran .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . .19
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah
keluarga. Selain sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai
generasi penerus bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang
menginginkan anaknya jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang
demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang
paling sering dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh
proses ekstrakranium. Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran
pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran pencernaan.
Insiden
terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4
tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderita
kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki daripada
perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan maturasi
serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan
tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan
penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan
yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada
kejang demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi
pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang
positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya.
1.2
Rumusan Masalah
- Pengertian kejang dema
- Etiologi
- Patofisiologi
- Manifestasi klinis
- Penatalaksanaan
- Klasifikasi
- Komplikasi
- Pencegahan
- Pemeriksaan Penunjang
1.3
Tujuan
Bagi penulis
Dapat menambah wawasan asuhan keperawatan dengan kejang demam
Bagi pembaca
Sebagai bahan bacaan dan menambah pengetahuan tentang kejang demam
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN
Kejang
demam adalah bangkitan kejang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38° c) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam sering juga disebut
kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah
5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul
mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson,
1995).
Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh yaitu 38o C yang sering di jumpai pada usia
anak dibawah lima tahun.
2.2
ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995:
18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929)
- Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan
infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
- Efek produk toksik daripada mikroorganisme
- Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
- Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu
kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung
timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi
karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus
daripada bakterial.
2.3
PATOFISIOLOGI
Untuk mempertahankan
kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini
adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sestem kardiovaskuler.
Dari uraian di atas,
diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi
dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+)
dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali
ion klorida (Cl-).
Akibatnya konentrasi K+ dalam
sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron
terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan
potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K
Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran
ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Pada demam, kenaikan suhu 1o
C akan mengakibatkan kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan
metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %.Pada
seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh
dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu
singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini
demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang.
Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan
ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau
lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.
Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan
makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas
kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak
(Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)
2.4
MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan kejang
demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau tonik-klonik.
Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Kejang demam dapat
berlangsung lama dan atau parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang
diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s hemiplegia) yang berlangsung beberapa
jam atau bebarapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh
hemiplegi yang menetap. (Lumbantobing,SM.1989:43)
Menurut Behman (2000:
843) kejang demam terkait dengan kenaikan suhu yang tinggi dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 39o C atau lebih ditandai dengan
adanya kejang khas menyeluruh tionik klonik lama beberapa detik sampai 10
menit. Kejang demam yang menetap > 15 menit menunjukkan penyebab organik
seperti proses infeksi atau toksik selain itu juga dapat terjadi mata terbalik
ke atas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan sentakan terulang.
2.5
PENATALAKSANAAN
Menurut Ngastiyah
(1997: 232-235) dan Hassan & Alatas (195: 850-854) ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan :
- Segera diberikan diezepam intravena dosis rata-rata 0,3mg/kg
|
|
|
berikan
dosis awal fenobaritol
neonatus
=30 mg IM
1
bln-1 thn=50 mg IM
>1 thn=75
mg IM
|
4
jam kemudian
Hari
I+II = fenobaritol 8-10 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Hari
berikutnya = fenobaritol 4-5 mg/kg dibagi dlm 2 dosis
Bia diazepam tidak tersedia langsung
memakai fenobarbital dengan dosis awal selanjutnya diteruskan dengan dosis
rumat.
- Membebaskan jalan nafas, oksigenasi secukupnya
- Meurunkan panas bila demam atau hipereaksi, dengan kompres seluruh tubuh dan bila telah memungkinkan dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3 mg/kgBB
- memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit) dengan IV : D5 1/4, D5 1/5, RL.
Ada juga penatalaksanaan yang lain yaitu:
A.
Bila
etiologi telah diketahui pengobatan terhadap penyakit primer segera dilakukan.
Bila terdapat hipogikemia, beri larutan glukosa 20 % dengan dosis 2 - 4 ml/kg
BB secara intravena dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan larutan glukosa 10
% sebanyak 60 - 80 ml/kg secara intravena. Pemberian Ca - glukosa hendaknya
disertai dengan monitoring jantung karena dapat menyebabkan bradikardi. Kemudian
dilanjutkan dengan peroral sesuai kebutuhan. Bila secara intravena tidak
mungkin, berikan larutan Ca glukosa 10 % sebanyak 10 ml per oral setiap sebelum
minum susu.
B.
Bila
kejang tidak hilang, harus pikirkan pemberian magnesium dalam bentuk larutan
50% Mg SO4 dengan dosis 0,2 ml/kg BB (IM) atau larutan 2-3 % mg SO4 (IV)
sebanyak 2 – 6 ml. Hati-hati terjadi hipermagnesemia sebab gejala hipotonia
umum menyerupai floppy infant dapat muncul.
C.
Pengobatan
dengan antikonvulsan dapat dimulai bila gangguan metabolik seperti hipoglikemia
atau hipokalsemia tidak dijumpai. Obat konvulsan pilihan utama untuk bayi baru
lahir adalah Fenobarbital (Efek mengatasi kejang, mengurangi metabolisme sel
yang rusak dan memperbaiki sirkulasi otak sehingga melindungi sel yang rusak
karena asfiksia dan anoxia). Fenobarbital dengan dosis awal 20 mg . kg BB IV
berikan dalam 2 dosis selama 20 menit.
Banyak penulis tidak
atau jarang menggunakan diazepam untuk memberantas kejang pada BBL dengan
alasan efek diazepam hanya sebentar dan tidak dapat mencegah kejang berikutnya.
Disamping itu pemberian bersama-sama dengan fenobarbital akan mempengaruhi
pusat pernafasan karena zat pelarut diazepam mengandung natrium benzoate yang dapat menghalangi peningkatan
bilirubin dalam darah
2.6
KLASIFIKASI
Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi
kejang demam adalah
1.
Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman
untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria
Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan
sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih
dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah
timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah
kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1
minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun
tidak melebihi 4 kali
2.
Kejang kompleks
Kejang kompleks adalah tidak
memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur (
2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung
lebih dari 15 menit, fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di
sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang
dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
2.7
KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995:
31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung lebih dari 15 menit
yaitu :
- Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang
aktif sewaktu kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak
sel neuoran secara irreversible.
- Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit
neurolgis pada demam neonatus.
2.8 PENCEGAHAN
Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239)
pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera
saat kejang berlangsung.
a.
Pencegahan berulang
b.
Mengobati infeksi yang mendasari
kejang
c.
Penkes tentang
1.
Tersedianya
obat penurun panas yang didapat atas resep dokter
2.
Tersedianya
obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal
pada anak ( 36-37ºC)
3.
Anak
diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan
jangan menunggu sampai meningkat
4.
Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa
anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.
d. Mencegah cedera saat kejang berlangsung
kegiatan ini meliputi :
1.
Baringkan
pasien pada tempat yang rata
2.
Kepala
dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh
3.
Pertahankan
lidah untuk tidak menutupi jalan napas
4.
Lepaskan pakaian yang ketat
5.
Jangan
melawan gerakan pasien guna menghindari cedera
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Komite Medik RSUP Dr.
sardjito ( 2000:193) dan LUmbantobing dan Ismail (1989 :43), pemeriksaannya
adalah :
1.
EEG
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14
hari setelah bebas panas tidak menunjukan kelainan likuor. Gelombang EEG lambat
didaerah belakang dan unilateral menunjukan kejang demam kompleks.
2.
Lumbal Pungsi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan
untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapaat mendeteksi penyebab
kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
1.
Pada
kejang demam tidak terdapat gambaran patologhis dan pemeriksaan lumbal pungsi
2.
Pada
kejang oleh infeksi pada otak ditemukan
:
a. Warna cairan cerebrospinal : berwarna
kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom
b. Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat
lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua
80-120ml dan dewasa 130-150ml)
c. Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat
( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
2.10 KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128)
1. Riwayat Keperawatan
a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan
keluarga
b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan
atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria,
morbilivarisela dan campak.
c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
d. Adanya riwayat trauma kepala
2. Pengkajian
fisik
a.
Adanya
peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
b.
Ditemukan
adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
c.
Adanya
kelemahan dan keletihan
d.
Adanya kejang
e.
Pada
pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah
cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
3.
Riwayat
Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti
obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum
mengenai anaknya pada waktu sakit.
4.
Pengetahuan
keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang
demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu
tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876),
Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 : 132), diagnosa yang mungkin
muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi,
prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi
C.
INTERVENSI KEPERAWATAN
DX 1 : Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas
kejang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama poroses keperawatan diharapkan
resiko cidera dapat di hindari, dengan kriteria hasil
NOC: Pengendalian Resiko
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk
pengendalian resiko
Indkator skala :
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadan adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
NIC : mencegah jatuh
a. identifikasi faktor kognitif atau psikis dari
pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan
b. identifikasi mkarakteristik dari lingkungan yang
dapat menjadikan potensial jatuh
c. monitor cara berjalan, keseimbangan dan tingkat
kelelahan dengan ambulasi
d. instruskan pada pasien untuk memanggil asisten
kalau mau bergerak
DX 2 : Hipertermi b.d efek langsung dari
sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan suhu dalam rentang norma
NOC
: Themoregulation
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna
kulit dan tidak pusing
Indicator skala
1. :
ekstrem
2 :
berat
3 :
sedang
4 :
ringan
5 :
tidak ada gangguan
NIC
: Temperatur regulation
a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
b. Rencanakan monitor suhu secara kontinyu
c. Monitor tanda –tanda hipertensi
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
e. Monitor nadi dan RR
DX 3
: Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
suplai darah ke otak dapat kembali normal , dengan kriteria hasil :
NOC
: status sirkulasi
a. TD sistolik dbn
b. TD diastole dbn
c. Kekuatan nadi dbn
d. Tekanan vena sentral dbn
e. Rata- rata TD dbn
Indicator skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = tidak terganggu
NIC : monitor TTV:
a. monitor TD, nadi, suhu, respirasi rate
b. catat adanya fluktuasi TD
c. monitor jumlah dan irama jantung
d. monitor bunyi jantung
e. monitor TD pada saat klien berbarning, duduk,
berdiri
NIC II : status neurologia
a. monitor tingkat kesadran
b. monitor tingkat orientasi
c. monitor status TTV
d. monitor GCS
DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua
tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan
dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi
pasien
NOC
: knowledge ; diease proses
a.
Keluarga
menyatakan pemahaman tentang penyakit kondisi prognosis dan program pengobatan
b.
Keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
c.
Keluarga
mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya
Indicator skala :
1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC :
Teaching : diease process
a. Berikan penilaian tentang penyakit pengetahuan
pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi dengan cara yang tepat
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada
penyakit, dengan cara yang tepat
d. Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat
D.
EVALUASI
Dx
|
Kriteria hasil
|
Keterangan skala
|
1
|
a. Pengetahuan tentang resiko
b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko
c. Monitor kemasan personal
d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko
e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk
pengendalian resiko
|
1 = tidak adekuat
2 = sedikit adekuat
3 = kadang-kadan adekuat
4 = adekuat
5 = sangat adekuat
|
2
|
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna
kulit dan tidak pusing
|
1. : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
5 : tidak ada gangguan
|
3
|
a. TD sistolik dbn
b. TD diastole dbn
c. Kekuatan nadi dbn
d. Tekanan vena sentral dbn
e. Rata- rata TD dbn
|
1
= Ekstrem
2
= Berat
3
= Sedang
4
= Ringan
5
= tidak terganggu
|
4
|
a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit
kondisi prognosis dan program pengobatan
b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya
|
1.
Tidak pernah dilakukan
2.
Jarang dilakukan
3.
Kadang dilakukan
4.
Sering dilakukan
5.
Selalu dilakukan
|
BAB 3
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Kejang dibedakan menjadi 2 yaitu Kejang Demam Sederhana ( Simple Febrile
Seizures ) yang merupakan kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15
menit dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan
klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam dan
merupakan 20% diantara seluruh kejang demam. Sedang jenis yang satunya disebut
Kejang Demam Kompleks ( Complex Febrile Seizures ) yaitu kejang yang
berlangsung lebih dari 15 menit dan bersifat fokal atau partial satu sisi atau
kejang umum didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau
lebih dalam 24 jam dan diantara bangkitan kejang anak sadar.
Biasanya anak yang ssering terkena kejang demam berkisar antara 6 bulan sampai
4 tahun.
3.2 Saran
Diharapkan
pembaca dapat mengerti dan memahami mengenai kejang demam sehingga bila kejadian kejang demam
ini terjadi dirumah,orang tua bisa melakukan penanganan secara dini sebelum
dibawa ke dokter atau bidan.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 1989. Perawatan Bayi Dan Anak.
Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan.
Lumbantobing,SM.1989.Penatalaksanaan Muthakhir Kejang Pada Anak.Jakarta : FKUI
Sachann, M Rossa. 1996. Prinsip
Keperawatan Pediatric. Jakarta
: EGC.
Suriadi, dkk2001. Askep Pada Anak. Jakarta. Pt Fajar Interpratama.
Sataf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2000.
Buku Kuliah Dua Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta : Percetakan
Info Medika Jakarta
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit, ed 2.
Jakarta: EGC.
Hidayat, aziz alimun. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba.
No comments:
Post a Comment